Rabu, 19 Juni 2013

MENELADANI AKHLAK AS-SALAFUSH SHOLIH

Saudaraku rohimaniyallohu wa iyyakum. Dalam rubrik percikan Iman kali ini kita akan mempelajari bersama tentang Meneladani Akhlaq As-Salafush-Sholih.
Tauhid dan keimanan yang benar pasti akan membuahkan amal nyata. Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
“Iman itu terdiri dari tujuh puluh atau enam puluh lebih cabang. Yang tertinggi adalah ucapan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ , dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu juga termasuk cabang keimanan. ” (Hadits riwayat Al-Imam Al-Bukhori dan Muslim dari Abu Huroirairoh رضي الله عنه , dan ini lafazh Muslim).
Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Alloh di mana saja engkau berada. Dan ikutilah perbuatan dosa dengan perbuatan baik niscaya akan menghapuskannya. Dan pergaulilah orang dengan akhlak yang baik. ”(Hadits riwayat Al-Imam At-Tirmidzi dari Abu Dzar رضي الله عنه ).
Ibnu Rojab al-Hanbali رحمه الله تعالى mengatakan, “Rosululloh صلى الله عليه وسلم menyebutkan perintah berakhlak secara terpisah, dikarenakan kebanyakan orang mengira bahwa ketakwaan itu hanya berkutat dengan masalah pemenuhan hak-hak Alloh سبحانه وتعالى dan tidak berurusan dengan pemenuhan hak hamba-hamba-Nya…” “Dan orang yang menunaikan hak-hak Alloh تعالى sekaligus hak-hak sesama hamba dengan baik adalah sesuatu yang sangat jarang ditemukan, kecuali pada diri para nabi dan orang-orang yang shidiq (benar) …” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 237)
Diriwayatkan dari Abu Huroiroh رضي الله عنه , beliau رضي الله عنه berkata: Rosululloh صلى الله عليه وسلم pernah ditanya tentang sebab paling banyak yang mengakibatkan orang masuk surga. Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Takwa kepada Alloh dan akhlaq mulia. ” Beliau صلى الله عليه وسلم juga ditanya tentang sebab paling banyak yang mengakibatkan orang masuk neraka, maka beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, “Mulut dan kemaluan. ” (Hadits riwayat Al-Imam Tirmidzi).
Al-Imam An-Nawawi رحمه الله تعالى membuat sebuah bab khusus di dalam kitab Riyadhush Sholihin yang berjudul Bab Husnul Khuluq (Akhlaq mulia). Maksud penyusunan bab ini oleh beliau رحمه الله تعالى ialah dalam rangka memotivasi agar kita memiliki akhlak yang mulia. Di dalam bab ini beliau رحمه الله تعالى juga hendak menerangkan keutamaan-keutamaannya serta siapa sajakah di antara hamba-hamba Alloh عزوجل yang memiliki sifat-sifat mulia itu. Husnul khuluq meliputi berakhlaq mulia kepada Alloh سبحانه وتعالى dan berakhlaq mulia kepada hamba-hamba Alloh تعالى .
Berakhlaq mulia kepada Alloh سبحانه وتعالى yaitu senantiasa ridho terhadap ketetapan hukum-Nya, baik yang berupa aturan syari’at maupun ketetapan takdir, menerimanya dengan dada yang lapang tanpa keluh kesah, tidak berputus asa ataupun bersedih. Apabila Alloh تعالى mentaqdirkan sesuatu yang tidak disukai menimpa seorang muslim, maka hendaknya dia ridho terhadapnya, pasrah dan sabar dalam menghadapinya. Dia ucapkan dengan lisan dan hatinya: رضيت بالله ربًّأ(rodhiitu billaahi Robban) ‘Aku ridho Alloh sebagai Robb’. Apabila Alloh سبحانه وتعالى menetapkan keputusan hukum syar’i kepadanya maka, dia menerimanya dengan ridho dan pasrah, tunduk patuh melaksanakan syari’at Alloh عزوجل Jalla dengan dada yang lapang dan hati yang tenang, inilah makna berakhlak mulia terhadap Alloh عزوجل .
Saudaraku yang budiman. Adapun berakhlak mulia kepada sesama hamba ialah dengan menempuh cara sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama, yaitu yang tercakup dalam tiga ungkapan berikut ini:
Yang pertama: كَفُّ اْلأذى (menahan diri dari mengganggu): yaitu dengan tidak mengganggu sesama baik melalui ucapan maupun perbuatannya. Kemudian yang kedua: بَذْلُ النَّدَى (memberikan kebaikan yang dimiliki): yaitu rela memberikan apa yang dimilikinya berupa harta atau ilmu atau kedudukan dan kebaikan lainnya. Dan yang ketiga:طَلَقَةُ الوَجْهِ (bermuka berseri-seri, ramah): dengan cara memasang wajah berseri apabila berjumpa dengan sesama, tidak bermuka masam atau memalingkan pipi. Inilah husnul khuluq.
Orang yang dapat melakukan ketiga hal ini niscaya dia juga akan bisa bersabar menghadapi gangguan yang ditimpakan manusia kepadanya, sebab bersabar menghadapi gangguan mereka termasuk juga husnul khuluq . Bahkan jika seorang muslim mengharapkan pahala dari Alloh سبحانه وتعالى atas kesabarannya tentulah itu akan membuahkan kebaikan di sisi Alloh سبحانه وتعالى .
Nah saudaraku yang budiman, bagaimanakah berakhlak mulia kepada sesama? Di dalam sebuah ayat Alloh telah menghimpun beberapa kunci pokok, untuk bisa meraih akhlak yang mulia kepada sesama. Barangsiapa mempraktekkannya, niscaya akan merasakan kenikmatan buahnya. Alloh سبحانه وتعالى berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah Engkau Pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. ” (Surat al-A’roofayat 199)
Saudaraku yang budiman. Ayat yang mulia ini telah merangkum kandungan makna-makna husnul khuluq (akhlaq yang mulia) kepada sesama serta apa saja yang sepantasnya dilakukan oleh seorang hamba dalam hal mu’amalah dan pergaulan hidup mereka. Alloh عزوجل memerintahkan kita untuk melakukan tiga hal: Pertama: Menjadi pema’af. Kemudian kedua: Menyuruh orang agar mengerjakan yang ma’ruf. Dan yang ketiga adalah:Berpaling dari orang-orang yang bodoh.
Pengertian pema’af di sini luas. Pemaaf mencakup segala bentuk perbuatan dan akhlak yang dapat membuat hati mereka lapang dan memberikan kemudahan untuk orang lain. Sehingga dia tidak membebankan perkara-perkara sulit yang tidak sesuai dengan tabi’at mereka. Bahkan dia mampu mensyukuri (berterima kasih) terhadap apa saja yang mereka berikan baik berwujud ucapan maupun perbuatan yang santun atau bahkan yang lebih rendah darinya. Hal itu juga disertai dengan sikap memaklumi kekurangan dan kelemahan yang ada pada diri orang lain. Dia tidak menyombongkan diri di hadapan yang kecil dan yang lemah akalnya karena kelemahan-kelemahan mereka. Begitu pula, dia tidak sombong kepada orang yang miskin disebabkan kemiskinannya. Bahkan dia mampu berinteraksi (berhubungan) dengan semuanya dengan lemah lembut dan melapangkan dada-dada mereka. Ia memilih sikap yang tepat sesuai situasi dan kondisi yang ada.
Pengertian mengerjakan yang ma’ruf adalah segala ucapan dan perbuatan yang baik, budi pekerti yang sempurna, terhadap orang yang memiliki hubungan dekat maupun jauh. Saudaraku yang budiman, hendaknya kita bersikap baik kepada orang lain dengan mengajarkan ilmu yang kita miliki, menganjurkan kebaikan, menyambung tali silaturahim, berbakti kepada kedua orang tua, mendamaikan persengketaan yang terjadi di antara sesama, atau menyumbangkan nasihat yang bermanfaat, pendapat yang jitu, memberikan bantuan dalam kebaikan dan ketakwaan, menghalangi terjadinya suatu keburukan atau dengan memberikan arahan untuk meraih kebaikan diniyah (agama) maupun duniawiyah (dunia).
Adapun yang dimaksud dengan “Berpaling dari orang-orang yang bodoh” yaitu tidak melayani atau ikut larut dalam kebodohan mereka. Jika mereka mengusik kita dengan kata-kata atau dengan tindakan bodoh maka hendaknya kita menyingkir. Kita tidak perlu membalas dendam dengan mengganggu mereka juga. Barangsiapa yang memutuskan hubungan dengan kita, maka hendaknya kta sambung hubungan dengannya. Dan barangsiapa yang menzhalimi kita, maka hendaknya kita berbuat adil kepadanya. Dengan cara inilah kita akan memperoleh limpahan pahala dari Alloh عزوجل , hati menjadi tentram dan tenang, bebas dari ulah orang-orang bodoh, bahkan dengan cara ini juga, dapat merubah orang yang semula musuh menjadi teman.
Demikianlah pertemuan kita kali ini. والله ولي التوفيق . نَسْأَلُ اللهَ أَنْ يَرْزُقَنَاوَإِيَّاكُمْ الْعِلْمَ النَّافِعَ وَالْعَمَلَ الصَّالِحَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Tidak ada komentar:

Posting Komentar